“Keberadaan destinasi wisata di lingkungan Baduy secara jangka pendeknya bisa juga membantu pengembangan ekonomi warga Baduy sendiri, dan mereka juga bisa terdidik mengikuti pola bisnis modern, namun jangka panjangnya mungkin bisa berdampak pada kerusakan tatanan kultur dan alam di sana, ini juga harus dipertimbangkan,” kata Juandi.
Menurutnya, pihak yang berada di luar perlu memahami masyarakat Baduy. Seperti soal adanya destinasi pariwisata di Baduy, apa indikator manfaat yang dirasakan mereka baik secara langsung atau tidak?
“Melihat Baduy itu kan tidak perlu harus datang ke sana,” ucapnya.
Menurut Juandi, keberadaan kelestarian alam dan ketentraman mereka itu justru oleh pemerintah daerah dan pusat harus didukung tetapi bukan dengan cara dijadikan eksploitasi jualan wisata.
“Dengan adanya wisata itu apa manfaat yang dirasakan masyarakat Baduy? Masyarakat adat Baduy itu adalah masyarakat sejarah, mereka memiliki akar filosofi kuat yang harus dijadikan pelajaran kehidupan dan tentunya harus kita hormati. Dalam pola hidup, justru masyarakat Baduy itu memiliki aturan kehidupan yang tertib, kalau kita resapi justru lebih maju dari kultur modern di luar,” ungkapnya.
Kata dia, mereka mencintai alam lingkungan dan pola budaya hidup secara mandiri dengan menjaga lingkungan kelestarian alam.
“Jadi, keberadaan dalam menjalankan falsafah hidup dan kebudayaan, menjaga sejarah dan menjaga tatanan lingkungan alam agar tidak rusak, dan apa yang mereka jalani seperti itu jangan dieksplotasi untuk tujuan lain dan kepentingan lain, mereka bukan destinasi tontonan indah, tapi justru layaknya jadi renungan komparasi edukatif bagi kita,” tutur Juandi.(WDO/ENK)
Discussion about this post