Bahwa ada persoalan dalam pengelolaan, ada banyak tersedia saluran dan cara untuk menyampaikan masukan, bahkan kritikan. Bukan malah menyuruh mundur! Cara konstitusional untuk mengakhirinya adalah Pemilu.
Alih-alih menyuruh mundur diklaim sebagai langkah ksatria, malah bisa bermakna pecundang. Apalagi menyertainya dengan statement bernada ancaman; revolusi rakyat. Orasi itu bisa berubah makna menjadi provokasi.
Lebih dari setengah penduduk negeri ini yang punya hak pilih memilihnya saat Pemilu lalu. Bila menggunakan ancaman dengan revolusi rakyat, tentu akan berhadapan dengan rakyat lainnya.
Terakhir, bila menganggap bahwa kinerja pemerintah sekarang berpotensi terhadap perpecahan bangsa, saya kira justeru statement yang bersangkutan yang bisa memantiknya.
Sabarlah! Masih ada waktu empat tahun ke depan, bila ada niat untuk mengganti pemerintahan. Menggantinya lewat Pemilu. Bukan mengganti dengan cara menyuruh mundur!
Eh, dengar kabar, hari ini yang bersangkutan dijemput aparat ya? Apakah ini menandakan bahwa rezim dzolim? Terserah anda memaknainya!
Discussion about this post