CILEGON, BANPOS – Usai meresmikan pabrik baru polyethylene (PE) milik PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (Chandra Asri). Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) berharap, pabrik petrokimia itu, bisa mengurangi impor bahan baku PE. Sebab impor petrokimia selama ini dinilai cukup besar, lantaran sampai saat ini industri petrokimia di Indonesia masih mengimpor sekitar 40-50 per sen dari luar.
“Investasi penanaman modal yang terus-menerus di bidang ini harus terus kita berikan ruang. Nantinya yang namanya impor bahan-bahan petrokimia betul-betul stop dan kita bisa mengekspornya,” ujar Jokowi, saat meresmikan pabrik baru PT Chandra Asri Petrochemical Tbk di Cilegon, Jumat (6/12).
Jokowi memperkirakan, dalam empat hingga lima tahun lagi, Indonesia tak lagi mengimpor bahan-bahan petrokimia. Ia yakin, industri di Indonesia mampu mengekspor bahan baku petrokimia.
Apalagi PT Chandra Asri masih akan mengembangkan kompleks petrokimia kedua dengan nilai investasi hingga Rp 60-80 triliun dan kapasitas produksi hingga empat juta ton.
“Saya yakin empat juta ton. Artinya sisanya diekspor,” tambahnya.
Lebih lanjut, orang nomor satu di Indonesia ini mengungkapkan bahwa kebutuhan domestik bahan baku polyethylene sendiri mencapai 2,3 juta ton per tahun. Sedangkan, kapasitas produksi nasional hanya mencapai 870.000 ton.
Sehingga Indonesia masih perlu mengimpor PE sekitar 1,52 juta ton per tahun dengan nilai impor sebesar Rp 22,8 triliun per tahun.
Ia meyakini dengan produksi bahan-bahan petrokimia yang lebih besar akan mampu menekan jumlah impor. Sehingga juga akan berpengaruh terhadap kondisi defisit transaksi berjalan dan defisit perdagangan yang selama ini sulit diatasi.
Selain bahan petrokimia, kata dia impor minyak dan gas juga termasuk yang memberatkan neraca perdagangan Indonesia.
“Karena barang-barang yang kita produksi di dalam negeri, bahan bakunya kebanyakan impor. Termasuk di dalamnya adalah yang paling besar petrokimia,” jelasnya.
Jokowi sempat menyinggung pada 2018 lalu, neraca perdagangan ekspor dan impor untuk seluruh bahan kimia mengalami defisit hingga Rp 193 triliun. Masalah ini pun sudah bertahun-tahun tak terselesaikan. Karena itu, pemerintah memberikan tax holiday dan juga tax allowance kepada para pengusaha.
Discussion about this post